Peri

Peri yang tak berkaki
Ia melepaskan mata dan telinganya juga
kedua tangannya

Terlentang pasrah diatas awan
menunggu angin dan hujan runtuh
di permukaan.

Sudah yang ke seratus kali musim
hujan runtuh didadanya melepaskan
penat mimpi yang birahi,
melepaskan segala resah dan
segenap gumpalan rindu
yang terasah.

Namun...
masih saja
enggan dengan musim kemarau
yang telanjang dengan terik
matahari.

Peri-peri yang hanya menyisakan desah
Membujuk siapa saja yang siap membagunkan hujan hanya dengan selembar awan lalu disitulah pergulatan mimpi terjadi dan resah kembali mewarnai.



Malul kertas
25 november 2018

Comments

Popular posts from this blog

SENGKUNI

TANDA

SAKSI-SAKSI